Lost Sight, Found Strength

The path is so dark and dim, but Julie keeps walking. She is scared, yet her adrenaline makes her look back several times, urging her to walk faster with each step. She wonders why she can't move faster and then realizes it's just her thoughts getting wilder the longer she's on the road. She shouldn't have chosen this path—terrified and confused. She's already halfway through. It sucks. The only way is to adapt, over time. She has one more block, two more, and again she convinces herself it's just one more step to her destination. She's no longer afraid when she starts looking at the sky instead of the road. The evening feels scarier when it's right in front of our eyes, but when it's above, the stars are beautiful. The cold air on her skin feels warmer as her mind grows calmer. Gently, she realizes that she's no longer worried. In fact, she's arrived, in no time. -- I think loneliness comes from the mind. It's not about being surrounded ...
Do you know why it's hard to say goodbye? Because we afraid if our memories might not be able to remember them, rightly. The fact is, goodbye means good. No matter how hard.
~Aurora Esterlia

Un-Circle

**At School.** I have many friends. I feel like a follower, but that doesn’t mean I can't lead. If there’s a group project and no one is taking charge, I try to share my thoughts and speak up confidently. I know I can lead, but it’s not about wanting to lead; I just want to give attention and get the best grades. But even if I fail, I’m okay with that. I’m not the kind of student who always needs to get perfect results. Because, when I think about it, my intelligence isn't perfect either. No matter how hard I study, I often end up with bad grades. But that doesn’t make my friends distance themselves from me. I don’t know why, but I feel like I’m not as smart as most people, but they think I’m good enough to be part of their group. I don’t look tomboyish because I like cute accessories and jewelry. It’s just my nature that tries to protect the people I care about. I don’t really understand relationships, but I don’t expect anything in return. It’s like I want to have friends, but also want to be alone. One of my choices is to be friends with Carly Brown. She’s my classmate, and she’s very fashionable. I end up spending my time just following her around. I guess, in school, no one bothers me because I’m friends with Carly. 

Unlike me, who’s always disorganized—there’s always something I forget to tie, to comb, or something that’s messy every day, and people often comment on my appearance. Carly is always neat and beautiful, and every day she has a different style—she’s perfect. I can’t say that I fit in with our friend group, but I don’t even understand why Carly keeps looking for me. And, when I want to be alone, whether it’s in the classroom, library, or even the school lab, Carly always finds me.

"Let’s go home."

It’s become a habit for me to hear her invite me to go home.  

My days outside of school pass by quickly, but the thing I remember most is enjoying time with Carly and her friends. However, I can’t always follow their way of thinking. I always want something different. They like expensive branded things, while I prefer unique items from the street vendors. They like talking about other people, but I prefer listening to others. Carly talks about many things I don’t know, and I enjoy hearing her speak non-stop like that. But when Carly is with her friends, they start talking about others in a way that seems to plan something bad or imagine something bad happening. I just think that’s wrong, and I want to leave. But, being used to having my own thoughts, I don’t really focus on what they’re saying. Sometimes they ask for my opinion, and I just remain silent. Carly never asks me to be someone I’m not. Being myself is enough for her, just as I accept Carly for who she is.

Of all her friends, I’m the one who almost spends every night at her house, while I rarely go home. And when I do go home, I’m not really missed.

Carly always talks a lot with her parents, unlike me, who mostly stays quiet at the dinner table when I’m with my parents. My parents do ask a lot of things, but they trust Carly and her parents’ presence. I think my being Carly’s close friend has become a source of pride for my parents. I’m actually proud of Carly too. She’s beautiful, smart, and has influence in her circle. While I—well, I’m just used to being left alone. I’m not forgotten, just left alone. I’m not bullied, I’m just given my space. I think a lot when Carly and her friends talk about things that could harm others. My thoughts drift off, imagining "what if..." What if I wasn’t friends with Carly? I don’t want much in life. I still enjoy being friends with Carly. 


------------------------------------------------------------------

Di Sekolah. Aku banyak teman. Aku seperti follower, bukan berarti aku tidak bisa memimpin. Jika ada grup tugas, jika tidak ada yang memimpin, aku mencoba untuk memberikan pandangan ku dan membicarakan nya dengan berani berpendapat. Ku tahu aku bisa memimpin, keinganan ku tapi bukan memimpin nya tapi aku hanya ingin memberikan perhatian dan mendapatkan nilai yang terbaik saja. Tapi kalaupun malah gagal, aku baik-baik saja. Aku bukan murid yang harus selalu dapat hasil sempurna. Karena kepintaran ku kalau kupikir tidaklah sesempurna itu, seberapa baiknya aku belajar, lebih banyak hasil nilaiku jelek. Tapi itu juga tidak membuatku dijauhi teman-teman, entahlah, menurutku aku tidak pintar seperti kebanyakan orang, tapi mereka pikir aku cukup baik untuk masuk dalam pertemanan. Aku tidak terlihat tomboy karena aku menyukai pernak-pernik perhiasan model cute aksesoris. Aku hanya pembawaan ku yang berusaha melindungi orang-orang yang kusayangi. Aku tidak begitu mengerti tentang hubungan, namun aku hanya tidak mengharapkan suatu yang kudapatkan. Aku seperti ingin memiliki teman dan juga ingin sendiri. Salah satu pilihan ku berteman dengan Carly Brown. Dia teman sekolah ku yang pesolek sekali. Aku dibuatnya memberikan waktu ku hanya mengikutinya, kurasa di sekolah semua orang tidak ada yang menggangu ku karena ku berteman dengan Carly. Berbeda dengan diriku yang berantakan, selalu saja ada yang lupa kuikat, kusisir, atau hal yang tidak rapi setiap hari terkadang membuat orang-orang selalu berkomentar memperhatikan perawakanku. Carly terlalu rapi dan cantik, setiap hari selalu berbeda gaya dan dia sempurna. Aku tidak dapat mengatakan kalau dibandingkan teman-teman dalam lingkaran pertemanan kami, aku yang sebenarnya tidak cocok didalamnya. Tapi, aku sendiri tidak mengerti mengapa Carly selalu mencari ku. Dan, saat aku sedang ingin sendirian, di ruangan kelas atau perpustakaan, bahkan di lab sekolah, Carly selalu menemukan ku. 
"Ayo, kita pulang." 
Sudah menjadi kebiasaan bagi ku, mendengar ajakan nya pulang. 

Hari-hari ku di luar sekolah seperti hal yang berlalu cepat, hal yang paling kuingat adalah menikmati waktu bersama Carly dan teman-temannya. Tapi bagaimana pun, aku tidak bisa selalu mengikuti pergerakan mereka, aku pasti selalu menginginkan suatu hal yang lain. Mereka menyukai barang-barang bermerek mahal, aku yang menyukai barang-barang unik di pinggir jalan. Mereka yang menyukai membicarakan orang lain, aku yang menyukai mendengarkan orang lain. Carly membicarakan banyak hal yang tidak kuketahui dan aku sangat menyukainya saat berbicara tanpa henti seperti itu. Hanya saja, saat Carly bersama teman-temannya, mereka mulai membicarakan orang lain yang seperti ingin merencanakan hal buruk atau membayangkan hal buruk terjadi. Aku hanya berpikir itu tidak baik dan aku hanya ingin pergi saja. Tapi aku sendiri yang terbiasa memiliki pemikiran sendiri tidak begitu memikirkan apa yang mereka bicarakan. Terkadang mereka menanyakan bagaimana pendapat ku dan aku hanya termenung. Carly tidak pernah meminta ku menjadi seperti apa yang dia inginkan. Aku menjadi apa adanya sudah cukup baginya, sama seperti aku menerima Carly apa adanya. Dari semua temannya, aku yang hampir setiap malam menginap di rumahnya, aku jarang pulang ke rumah. Saat aku pulang pun sebenarnya aku juga tidak dicari. 

Carly selalu membicarakan banyak hal kepada orang tuanya, tidak seperti ku yang lebih banyak berdiam di meja makan jika bersama kedua orang tua ku. Kedua orang tua ku pun sebenarnya menanyakan banyak hal, tapi mereka percaya kepada Carly dan keberadaan orang tua Carly. Kurasa aku menjadi teman dekat Carly sudah menjadi kebanggaan bagi kedua orang tua ku. Aku sebenarnya juga bangga pada Carly. Dia cantik, pintar, dan punya influence di circle-nya. Sedangkan aku, aku hanya terbiasa dibiarkan sendiri. Aku tidak terlupakan, hanya dibiarkan sendiri. Aku tidak di-bully, hanya dibebaskan sendirian. Aku berpikir panjang disaat Carly dan teman-temannya membicarakan hal-hal yang dapat merugikan orang lain, pikiran ku terbang kemana-mana memikirkan seandainya. Seandainya aku tidak berteman dengan Carly. Tidak banyak yang aku inginkan untuk kuraih. Aku masih suka berteman dengan Carly.






Comments

Popular posts from this blog

Like A Superman

Another Past: Monolog

To be Unfaithful