Reserve

As I sat on the sofa, I leaned against an invisible shoulder.  I walked quickly right toward him. He also came toward me, so quickly that we almost hit each other's heads. We both laughed. The obstacle was that I couldn’t see what was holding me back today. 'I shouldn’t have run toward you. If I had been a little faster, we could have ended up hitting each other,' he said. I didn’t say anything. I thought the funnier this meeting began, the better it would be. Yet, typical him, he just a mind-reader. I only smiled and replied, "Let's just go walk, now." yet I remained frozen in space and time, just me and emptiness. We're walking to the city park and just went around, nothing really far but our steps actually might count like a mile. Restless just with him. I simply sat in silence, lost in my thoughts. It's nothing like there's no other place we can be. It's just I found my complete and I don't need to find anywhere else. "If only our ...
Do you know why it's hard to say goodbye? Because we afraid if our memories might not be able to remember them, rightly. The fact is, goodbye means good. No matter how hard.
~Aurora Esterlia

Glow

Satu hal terahasiakan dalam cerita ini. Ucapan pun tak bisa menggambarkannya. Satu foto itu saja yang mampu menggambarkan satu cerita secara keseluruhan. Bahkan foto itu mampu membawanya bercahaya. Aku tidak memilikinya, karena aku berlari pergi menjauhi foto itu. Cahayanya aku dapat bayangkan. Mungkin saat aku melihatnya, nanti pada akhirnya, cahaya itu seperti begitu hangat dan lembut di kulitku. Cahaya itu pasti mampu membuatku menangis. Foto itu adalah rahasia dari segala hal yang dapat kuceritakan. Tapi aku tidak memilikinya, karena aku begitu takut untuk memilikinya. Cahaya dalam foto itu, saat ini begitu redup dan kehilangan arah tujuan keberadaan foto itu. Ucapan pun tak bisa memaafkan diriku sendiri, hati ku yang berusaha mencari di mana aku dapat menemukan foto itu dan pikiran ku yang berusaha menentang keberadaannya. Cahaya yang seharus berpendar indah terasa seperti cahaya petir yang mampu merengut seluruh tarian dan mimpiku, hanya dalam sekejab. 
Aku tidak ingin foto itu terhapuskan. Ketika seseorang membisikan bahwa foto itu ada, aku ingin melihatnya. Aku membutuhkan foto itu, lalu aku mungkin akan memandangnya setiap saat, sampai aku muak, lalu aku bahkan menaruhnya di foto album ku. Tapi, untuk merealisasikannya, itu membuatku sakit jantung. Semua pertanyaan tiba-tiba keluar dari otak ku dan menyudutkan ku, membuatku mati kutu. Membuatku terlihat bodoh dan telah melakukan perbuatan yang mempermalukan diriku sendiri. Serasa, cahaya foto itu, yang selalu kubayangkan di dalam mimpiku, sebenarnya tidak ada. Foto itu hanya membawa ku pada lubang hitam yang tanpa batas akhir kehidupan, kekosongan, dan kesendirian.
Seseorang kembali mengingatkan ku, akan foto itu, mungkin untuk terakhir kalinya,saat itu, dan aku menyesal saat ini. Aku tidak memperjuangkan foto itu. Aku tidak memintanya untuk dapat setidaknya, aku melihatnya. Bagaimana mungkin, penyesalan ini berujung pada perasaan yang melayang-layang dan aku menjadi tidak dapat merasakan apapun. Bukan foto itu yang memberikan ku kesedihan, tapi diriku sendiri yang mendatangkan ku pada kesendirianku. Aku, saat ini, hanya harus melupakan cahaya pendar yang selalu kumimpikan dari foto itu. Suatu harapan yang tidak akan pernah terungkapkan ketulusan hatinya. Suatu kisah yang tidak akan pernah diceritakan kebenarannya, jika foto itu telah dihapuskan.
Aku harus berhenti mencari foto itu.

Comments

Popular posts from this blog

I leave it to you

BATMAN V SUPERMAN: Sense for Being Smart

Broken Bells "The After Disco"